Berita Hauzah – Dalam kitab Nahjul Balaghah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib alaihissalam mendefinisikan "kedermawanan", seperti ini:
¹{السَّخَاءُ مَا کَانَ ابْتِدَاءً؛ [فَإِذَا] فَأَمَّا مَا کَانَ عَنْ مَسْأَلَةٍ، فَحَیَاءٌ وَ تَذَمُّمٌ}
"Kedermawanan adalah pemberian yang datang tanpa diminta. Sebaliknya, pemberian yang didasari atas permintaan (sebenarnya hanyalah) rasa malu dan upaya menghindari celaan."
Penjelasan:
Sungguh definisi yang luar biasa dari Imamul Muttaqin Ali bin Abi Thalib alaihissalam. Jika bukan karena definisi dari imam ini, mungkin banyak dari kita yang keliru menganggap diri kita sebagai orang yang dermawan. Padahal terkadang kita memberi hanya karena malu dan sungkan terhadap seorang pengemis atau orang-orang yang melihatnya. Terkadang pula kita memberi karena takut jika penolakan kita akan menempatkan kita pada posisi yang dicela.
Pada dasarnya, menjadi dermawan berarti meniru sifat Allah Swt. Hal ini tercermin dalam doa bulan Rajab:
{یا مَنْ یُعْطی مَنْ لَمْ یَسْئَلْهُ ومَنْ لَمْ یَعْرِفْهُ تَحَنُّناً مِنْهُ وَرَحْمَة}
"Wahai Dzat yang memberi kepada siapa pun yang tidak meminta kepada-Nya dan kepada siapa pun yang tidak mengenal-Nya, karena kelembutan dan rahmat dari-Nya."
Menurut sabda Imam Ja'far As-Shadiq alaihissalam, nilai kedermawanan begitu tinggi hingga:
²{شَابٌّ سَخِیٌّ مُرَهَّقٌ فِی اَلذُّنُوبِ أَحَبُّ إِلَی اَللَّهِ مِنْ شَیْخٍ عَابِدٍ بَخِیلٍ}
"Pemuda dermawan yang berlumuran dosa lebih dicintai di sisi Allah daripada orang tua (syekh) yang rajin beribadah tetapi kikir."
Tentu, hadis semacam ini hanya bertujuan membandingkan untuk menunjukkan nilai luhur suatu sifat di sisi Allah, dan bukan merupakan persetujuan mutlak terhadap pihak mana pun. Imam Musa Al-Kadzim alaihissalam memberikan peringatan serius bagi mereka yang menahan diri dari sifat kedermawanan dan bersikap kikir dan pelit:
³{إِیَّاکَ أَنْ تَمْنَعَ فِی طَاعَةِ اَللَّهِ فَتُنْفِقُ مِثْلَیْهِ فِی مَعْصِیَةِ اَللَّهِ}
"Jangan sekali-kali engkau bersikap kikir (menolak berinfak) di jalan ketaatan kepada Allah, sebab (niscaya) engkau akan mengeluarkan dua kali lipat darinya di jalan kemaksiatan kepada Allah."
Oleh karena itu, jika seseorang berlaku kikir di jalan Allah Swt, sesuai ketetapan-Nya, ia akan terpaksa mengeluarkan hartanya dua kali lipat di jalan kemaksiatan, dan Ini adalah kerugian yang nyata. Sebagai penutup, ada poin penting dan mendalam mengenai kedermawanan yang mengubah pandangan kita tentang "rezeki", sebagaimana yang disampaikan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib alaihissalam. Beliau bersabda:
⁴{لَمْ یُرْزَقِ اَلْمَالَ مَنْ لَمْ یُنْفِقْهُ}
"Siapa pun yang tidak menginfakkan hartanya, maka harta itu (sesungguhnya) belum direzekikan kepadanya (melainkan hanya menjadi beban dan malapetaka baginya)."
Hal ini ditegaskan kembali oleh Rasulullah Saw. Ketika Beliau menyembelih kambing dan menginfakkan seluruh dagingnya, kecuali bagian pundaknya, Beliau ditanya: "Ya Rasulullah! Hanya pundaknya yang tersisa!" Beliau menjawab: "Justru seluruh kambing yang diinfakkan (di jalan Allah Swt) itu tersisa (untuk akhirat), kecuali pundaknya yang kita simpan untuk diri kita sendiri (di dunia)."⁵
"Allah 'Azza wa Jalla telah menulis di pintu surga, "Bahwa surga adalah tempat bagi orang-orang yang dermawan."⁶
Catatan Kaki:
1. Nahj al-Balaghah, Hikmah no. 53.
2. Al-Kafi, jilid 4, halaman 41.
3. Tuhaf al-'Uqul, jilid 1, halaman 408.
4. Ghurar al-Hikam, jilid 1, halaman 563.
5. Meskipun hadis ini disebutkan dalam sumber-sumber Ahlusunnah, namun kandungannya sangat sejalan dengan riwayat-riwayat Ahlulbait (keluarga Nabi) yang suci.
6. Attar, Pandnameh (Kitab Nasihat).
Your Comment